Tampilkan postingan dengan label sharing. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sharing. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 Oktober 2012

camat sebagai PPAT sementara



Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Dalam reformasi agraria di Indonesia, kebutuhan akan tanah semakin meningkat, seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Penggunaan lahan pertanahan untuk kepentingan ekonomis, telah memacu pelayanan pendaftaran atas tanah yang dilakukan oleh Pemerintah kepada masyarakat semakin besar Dimana dalam pendaftaran tanah tersebut diselenggarakan oleh Badan  Pertanahan Nasional, yang dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, mengenai pendaftaran tanah. Pejabat lain dalam hal ini dimaksud adalah Camat sebagai PPAT Sementara. Dimana kedudukan dan fungsinya Camat sebagai PPAT Sementara, ternyata masih ditemukan persoalan dilapangan, mengenai eksistensi Camat tersebut dalam membuat akta-akta tanah.
Dalam rangka pembangunan, peran lahan untuk memenuhi kebutuhan akan meningkat, baik sebagai tempat untuk tinggal dan untuk kegiatan usaha. Terkait dengan itu, kebutuhan pendukung seperti jaminan kekuatan hukum di tanah juga akan meningkat. Selain itu, dalam menghadapi kasus konkret, pendaftaran tanah yang penting dan diperlukan yang memungkinkan para pemegang hak atas tanah akan dengan mudah membuktikan hak-hak mereka. Dalam menerapkan pendaftaran tanah, Kepala Kantor tanah dibantu oleh petugas PPAT dan lainnya yang ditugaskan untuk melakukan aktivitas tertentu sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan hukum saling berhubungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Dalam pengumpulan data dan bahan hukum, baik primer dan sekunder, kasus-kasus yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen hukum, sedangkan teknik analisis dilakukan secara kualitatif. Dalam kasus Kepala Kecamatan sebagai Pejabat sementara Sertifikat Tanah Maker, itu harus disadari bahwa pemberian tugas dan wewenang bersifat sementara karena dia adalah Kepala Kecamatan. Harus disadari sebagai pejabat pemerintah karena jabatannya, Kepala Kecamatan mempunyai kewajiban untuk mengetahui dan memahami kondisi dan permasalahan di daerahnya, terutama soal tanah (status transfer kepemilikan, yang pemanfaatan rencana). Dengan kondisi jabatannya, praktis pelaksanaan dan fungsi camat sebagai PPAT tidak dipisahkan secara ketat dengan fungsinya sebagai Kepala Kecamatan dan Pegawai Negeri Sipil dengan notasi sebagai pelayan negara dan pelayan masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah
           
Adapun rumusan permasalahan tersebut:
1. Tugas, fungsi dan peran camat selaku Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) 

Pembahasan

Semenjak diterbitkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) diterbitkan suatu Peraturan Pemerintah tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) dengan Peraturan Pemerintah nomor 37 Tahun 1998 (selanjutnya disebut PP No. 37/1998), sebagai pelengkap dari Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah dan telah dijanjikan pada Pasal 7 PP 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 24/1997). 

2.2 Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 1 disebutkan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disebut PPAT.PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum.
Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. jual beli;
b. tukar-menukar;
c. hibah;
d. pemasukan dalam perusahaan (inbreng);
e. pembagian harta bersama;
f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g. pemberian Hak Tanggungan
h. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.
 PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya utnuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.
Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau atas Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar akta, asli akta, warkah pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang dimaksud dengan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta tanah tertentu, yaitu akta daripada perjanjian-perjanjian yang dimaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak atas tanah sebagai tanggungan, sebagai dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 10 Tahun 1961. Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ditetapkan, bahwa PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN.
Menurut Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, mengatur tentang syarat-syarat pengangkatan Pejabat Pembuat Akta tanah sebagai berikut :
·         Kewarganegaraan Indonesia;
·         Berusia sekurang-kurangnya 30 ( tiga puluh ) tahun;
·         Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan Surat Keterangan
·         yang dibuat oleh instansi Kepolisian setempat
·         Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan
·         berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
·         kekuatan hukum tetap
·         Sehat jasmani dan rohani
·         Lulus program spesialis notariat atau program khusus PPAT
·         yang diselenggarakan lembaga pendidikan tinggi
·         Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri
Negara Agraria/ Badan Pertanahan Nasional

            Dengan adanya persyaratan dari Pasal 6 ini, maka sudah jelas siapa yang dapat diangkat sebagai PPAT, yaitu telah mendapat pendidikan khusus spesialis notariat atau program pendidikan khusus PPAT yang diadakan oleh lembaga pendidikan tinggi di samping harus pula lulus dari ujian yang diadakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Kantor Pertanahan Nasional.
Dengan demikian kemungkinan diangkat sebagai PPAT tanpa ujian ataupun yang belum pernah mendapatkan pendidikan khusus tentang PPAT tidak akan mungkin. Kalaupun ada PPAT sementara Camat atau Kepala Desa maka tentunya pemerintah perlu mengatur dengan suatu Peraturan Menteri atas dispensasi tersebut.
Sebelum melaksanakan tugasnya, Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara harus dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dihadapan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota didaerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan. Kewajiban Sumpah ini diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998.
Sumpah Jabatan yang diucapakan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang bersangkutan, dilakukan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan para saksi. Sumpah Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Tanah Sementara dibentuk dalam susunan kata-kata berita acara pengambilan sumpah/janji diatur oleh Menteri.
Dalam hal Pejabat Pembuat Akta Tanah berhenti dari jabatannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, karena :
·         Meninggal Dunia;
·         Telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun;
·         Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT;
·         Diberhentikan oleh Menteri

Adapun perbuatan hukum, Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dimaksud sebagaimana dalam Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, adalah sebagai berikut :
·         Jual Beli; tanah-tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai;
·         Tukar-menukar Hak atas Tanah;
·         Hibah Hak atas Tanah;
·         Pemasukan kedalam perusahaan (inbreng)
·         Pembagian Hak bersama;
·         Pemberian Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Milik
·         Pemberian Hak Tanggungan;
·         Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

2.2. Kedudukan Camat sebagai PPAT
           
            Berdasarkan Pasal 5 ayat (3) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, menyebutkan bahwa “ untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat dibawah ini sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus :

“Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat  Pembuat Akta Tanah Sementara”.
Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah disebutkan, bahwa “ karena fungsinya di bidang pendaftaran tanah yang penting bagi masyarakat yang memerlukan, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan di seluruh wilayah Negara. Oleh karena itu di wilayah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat perlu ditunjuk sebagai pejabat yang melaksanakan fungsi tersebut. Yang dimaksud dengan daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Daerah yang jumlah Pejabat Pembuat Akta Tanah-nya belum memenuhi formasi yang ditetapkan Menteri sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. Didaerah yang sudah cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah dan merupakan daerah tertutup untuk pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah baru, Camat yang baru tidak lagi ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara. Berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi pelayanan kepada masyarakat di daerah-daerah tepencil, yang masyarakat akan merasakan kesulitan apabila harus pergi ke kantor Kecamatan untuk melaksanakan transaksi mengenai tanahnya, Menteri juga dapat menunjuk Kepala Desa untuk melaksanakan Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Sementara Daerah kerja PPAT diatur dalam Pasal 12 PP No.37/1998, sebagai berikut:
(1)Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan   Kabupaten/Kota.
(2) Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya.
Untuk daerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan menjadi 2 (dua) atau lebih tentunya dapat mengakibatkan perubahan daerah kerja PPAT didaerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan tersebut. Hal ini telah diatur dalam Pasal 13 PP No.37/1998, sebagai berikut :
(1)Apabila suatu wilayah Kabupaten/Kota dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih wilayah Kabupaten/Kota, maka dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang tentang pembentukan Kabupaten/Kota Daerah tingkat II yang baru PPAT yang daerah kerjanya adalah Kabupaten/Kota semua harus memilih salah satu wilayah Kabupaten/Kota sebagai daerah kerjanya, dengan ketentuan bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang pembentukan Kabupaten/Kota Daerah Tingkat II yang baru tersebut daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi wilayah Kabupaten/Kota letak kantor PPAT yang bersangkutan.
(2) Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dengan sendirinya mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang pembentukan Kabupaten/Kota daerah Tingkat II yang baru.
Dari rumusan diatas dapat dipahami bahwa dalam ayat (1) memberikan suatu kemudahan kepada PPAT untuk memilih salah satu wilayah kerjanya, dan jika ada kantor pertanahannya disitulah dianggap sebagai tempat kedudukannya dan disamping itu diberi dia tenggang waktu satu tahun untuk memilih, dan jika dia tidak memilih salah satu dari daerah tersebut, maka dianggap dia telah memilih kantor pertanahan di daerah kerjanya dan atas daerah kerja lainnya setelah satu tahun tidak lagi berwenang. Sedangkan dalam masa peralihan yang lamanya 1 (satu) tahun PPAT yang bersangkutan berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan rumah Susun yang terletak di wilayah Daerah Tingkat II yang baru maupun yang lama.
Penutup


3.1. Kesimpulan
·         Dikenalnya beberapa PPAT yaitu Notaris atau yang khusus menempuh ujian PPAT, ada pula PPAT sementara yaitu Camat atau Kepala Desa tertentu untuk melaksanakan tugas PPAT, karena di suatu daerah belum cukup PPAT.
·         PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk suatu daerah kerja tertentu yang meliputi wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
·         PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun,



kumpulan musik terbaru

makalah konflik pertanahan






oleh:
I Ketut Yuda Suartana
21. 0880
A - 1






Kata Pengantar

Puji syukur  saya sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa,  karena berkat rahmatnya paper ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam paper ini saya membahas mengenani Sembilan Sub Bidang Kewenangan Pemerintah Tentang Pertanahan”.
       Paper ini dibuat dalam rangka mengenal lebih dalam lagi tentang kewenangan dari pemerintah di bidang pertanahan sekaligus sebagai tugas pelatihan “Manajemen konflik Pertanahan Tk. Desa/Kelurahan”. Ucapan Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang sudah membantu dalam pembuatan paper, baik dukungan moril maupaun materi.
      Isi dari paper ini sangat jauh dari kata sempurna, dengan masih banyaknya kekurangan dalam paper ini, saya sangat membutuhkan kritik dan saran dari pembaca, dan harapan saya kedepan supaya paper ini dapat berguna bagi kita semua.












Mataram,17 juni 2011            
     Penulis   



I Ketut Yuda Suartana  
 21.0880          










Daftar Isi

Kata Pengantar                   .................................................................................. i
Daftar Isi                             .................................................................................. ii      
BAB I Pendahuluan           ................................................................................... 1
     1.1  Latar Belakang       ................................................................................... 1
     1.2 Rumusan Masalah  ................................................................................... 1
     1.3 Tujuan                      ................................................................................... 1
Bab II Pembahasan          ....................................................................... 2
    3.1 Pengertian Manajemen Konflik Pertanahan .......................................... 2
3.2 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan ......................... 3
3.2.1 Izin lokasi      .................................................................................... 3
3.2.2 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum  ........................... 5
3.2.3 Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan  ......................................  5
3.2.4 Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah Untuk Pembangunan  ..................................................................... 6
3.2.5 Penetapan Subyek dan obyek Redistribusi Tanah serta ganti Kerugian Tanah  ............................................................................. 6
3.2.6 Penetapan tanah Ulayat  ................................................................. 7
3.2.7 Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong  ........... 7
3.2.8 Izin Membuka Tanah  ....................................................................  8
3.2.9 Perencanaan Penggunaan Tanah wilayah Kabupaten/ Kota  ....  9
Bab III Penutup                .................................................................... 11
Kesimpulan                     ................................................................................ 11

Bab I
Pendahuluan

1.1  Latar Belakang
            Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah. Sehingga  dalam pengelolaan tanah Pemerintah membuat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 38 tahun 2007 tantang Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah  Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
            Adapun isi dari PP tersebut menyangkut tentang 9 sub bidang pemerintah tentang pertanahan antara lain mengenai izin lokasi, pengadaan tanah unuk kepentingan umum,penyelesaian sengketa tanah garapan, penyelesaian msalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk bangunan,penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absente,penetapan tanah ulayat, pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong,izin membuka tanah, dan yang terakhir mengenai perencanaan pengguanaan tanah wilayah kabupaten/kota.

1.2 Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dari paper ini adalah membahas tentang:
-          Sembilan Sub Bidang Kewenangan Pemerintah Tentang Pertanahan.
1.3 Tujuan
1. Untuk memmenuhi tugas pelatihan Manajemen Konflik Pertanahan Tk. Desa/Kelurahan.
2. Memahami tentang kewenangan pemerintah tentang pertanahan.










Bab II
Pembahasan

Konflik pertanahan muncul ke permukaan dan merupakan bahan pemberitaan di media massa. Secara makro penyebab munculnya kasus-kasus pertanahan tersebut adalah sangat bervariasi yang antara lain :
·         Harga tanah yang meningkat dengan cepat.
·         Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan kepentingan / haknya.
·         Iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah.
Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara perorangan dengan perorangan, perorangan dengan badan hukum, badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan respons / reaksi / penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah),

3.1 Pengertian Manajemen Konflik Pertanahan
            Manajemen konflik pertanahan adalah aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik pertanahan merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk penyelesaian suatu sengketa tanah yang  terjadi antara pihak satu dengan pihak lainnya.
            Kewenangan urusan pemerintahan Bidang pertanahan dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 ditentukan ada 9 sub bidang. Di situ ditentukan sub-sub bidang yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
            Sesuai UU agraria Pasal 16 mengenai hak-hak atas tanah adalah sebagai berikut:
a. hak milik,
b. hak guna-usaha,
c. hak guna-bangunan,
d. hak pakai,
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah,
g. hak memungut-hasil hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hakhak
yang sifatnya sementara
Mengenai tentang batas kepemilikan tanah diatur dalam pasal 17:
 (1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai
tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum
dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak
tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2)   Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini
dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang
singkat.
(3)   Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum
termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan
ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang
membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah.
(4)   Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1)
pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan,
dilaksanakan secara berangsur-angsur.

3.2 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan

Dalam memanajemen konflik pertanahan pemerintah membagi dalam 9 sub bidang kewenangan pemerintah tentang pertanahan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 Tahun 2007. Adapun 9 sub bidang tersebut antara lain:
1. Izin Lokasi
2. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
3. Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan 
4. Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah Untuk  Pembangunan
5. Penetapan Subyek dan Obyek Redistribusi Tanah, serta Ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee
6. Penetapan Tanah Ulayat
7. Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong
8. Izin Membuka Tanah
9. Perencanaan Penggunaan Tanah Wilayah Kabupaten/Kota

3.2.1 Izin lokasi
                Izin Lokasipemberian izin lokasi pada tingkat pemerintahan:

             a. Pemerintah pusat
·      Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi.
·      Pemberian izin lokasi lintas provinsi.
-     Pembatalan ijin lokasi atas usulan pemerintah provinsi dengan pertimbangan kepala kantor wilayah BPN provinsi
·      Pembinaan,  pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan izin lokasi

             b. Pemerintah Daerah Provinsi
·      Penerimaan permohonan dan pemeriksaan kelengkapan persyaratan.
·      Kompilasi bahan koordinasi.
·      Pelaksanaan rapat koordinasi.
·      Pelaksanaan peninjauan lokasi.
·      Penyiapan berita acara koordinasi berdasarkan pertimbangan teknis pertanahan dari kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi dan pertimbangan teknis lainnya dari instansi terkait.
·      Pembuatan peta lokasi sebagai lampiran surat keputusan izin lokasi yang diterbitkan.
·      Penerbitan surat keputusan izin lokasi.
·      Pertimbangan dan usulan pencabutan izin dan pembatalan surat keputusan izin lokasi atas usulan kabupaten/kota dengan pertimbangan kepala kantor wilayah BPN provinsi;.
·      Monitoring dan pembinaan perolehan tanah.

             c. Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota
·      Penerimaan permohonan dan pemeriksaan kelengkapan persyaratan.
·      Kompilasi bahan koordinasi.
·      Pelaksanaan rapat koordinasi.
·      Pelaksanaan peninjauan lokasi.
·      Penyiapan berita acara koordinasi berdasarkan pertimbangan teknis pertanahan dari kantor pertanahan kabupaten/kota dan pertimbangan teknis lainnya dari instansi terkait.
·      Pembuatan peta lokasi sebagai lampiran surat keputusan izin lokasi yang diterbitkan.
·      Penerbitan surat keputusan izin lokasi.
·      Pertimbangan dan usulan pencabutan izin dan pembatalan surat keputusan izin lokasi dengan pertimbangan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota.
·        Monitoring dan pembinaan perolehan tanah.

·         Dalam izin lokasi Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota memiliki sedikit perbedaan yaitu :
Di Pemerintah Daerah Provinsi dalam melakukan berita acara koordinasi berdasarkan pertimabangan teknis pertanahan dari kantor wilayah Badan pertanahan Nasional Provinsi dan pertimabangan. Pertimabangan dan usulan pencabutan izin pembatalan surat keputusan izin lokasi atas usulan Kab/Kota  dan pertimabangan kepala kantor wilayah BPN Provinsi.
Di Pemerintahan Daerah Kab/Kota dalam melakukan berita acara koordinasi berdasarkan pertimbangan teknis pertanahan dari kantor pertanahan Kab/Kota dan pertimbangan teknis lainnya dari instansi terkait. Pertimbagan dan usulan pencabutan izin dan pembatalan surat izin lokasi dengan pertimbangan kepala kantor pertanahan Kab/Kota.

3.2.2 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
            a. Pemerintah pusat
·      Penetapan kebijakan  nasional mengenai norma, standar, prosedur,  dan kriteria pengadaan tanah untuk kepentingan umum
·    Pengadaan tanah untuk pembangunan lintas provinsi.
·      Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan  pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

       b. Pemerintah Daerah Provinsi
·      Pengadaan tanah untuk pembangunan lintas provinsi.
-   Penetapan lokasi.
-   Pembentukan panitia pengadaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
-   Pelaksanaan penyuluhan.
-   Pelaksanaan inventarisasi.
-   Pembentukan Tim Penilai Tanah (khusus DKI).
-   Penerimaan hasil penaksiran nilai tanah dari Lembaga/Tim Penilai Tanah.
-   Pelaksanaan musyawarah.
-   Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian.
-   Pelaksanaan pemberian ganti kerugian.
-   Penyelesaian sengketa bentuk dan besarnya ganti kerugian.
-   Pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah di hadapan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota.
             
 c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
·      Penetapan lokasi.
·      Pembentukan panitia pengadaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
·      Pelaksanaan penyuluhan.
·      Pelaksanaan inventarisasi.
·      Pembentukan Tim Penilai Tanah
·      Penerimaan hasil penaksiran nilai tanah dari Lembaga/Tim Penilai Tanah.
·      Pelaksanaan musyawarah.
·      Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian.
·      Pelaksanaan pemberian ganti kerugian.
·      Penyelesaian sengketa bentuk dan besarnya ganti kerugian.
·      Pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah di hadapan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota.

3.2.3 Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan
Kewenangan pemerintahan pusat adalah : Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur dan kriteria sengketa tanah garapan; Pembinaan, pengendalian, dan monitoring terhadap pelaksanaan penanganan sengketa tanah garapan.
          Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah : Memfasilitasi musyawarah antar para pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kesepakatan para pihak dengan koodinasi dengan kantor pertanahan untuk menetapkan langkah-langkah. Yaitu :
·         Penerimaan dan pengkajian laporan pengaduan sengketa tanah garapan
·         Penelitian terhadap obyek dan subyek sengketa
·         Pencegahan meluasnya damapak sengketa tanah garapan
·         Memfasilitasi musyawarah antar pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kesepakatan para pihak

3.2.4 Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah Untuk  Pembangunan
Kewenangan pemerintahan pusat  adalah : Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan; Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan pemberian ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan.
Kewenangan pemerintahan Kabuapten/ Kota adalah : Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan dengan membentuk tim pengawasan pengendalian; Pemerintah Daerah Provinsi bertugas pembinaan dan pengawasan pemberian ganti kerugian dan santun tanah untuk pembangunan; Pemerintah Daerah Kab/Kota bertugas dalam pembentukan tim pengawasan pengendalian dalam penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan ; Penetapan subyek dan obyek retribusi tanah serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee.

3.2.5. Penetapan Subyek dan obyek Redistribusi Tanah serta ganti Kerugian Tanah
          Kewenangan pemerintahan pusat  adalah : Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur dan criteria penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee; Pembentukan panitia pertimabangan landreform nasional; Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan penetapan subyek dan obyek tanah ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee.
Pemerintah Daerah Provinsi bertugas dalam pembentukan panitia pertimbangan landreform Provinsi, penyelesaian permasalahan penetapan subyek dan obyek tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee dan pembinaan penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee

Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee; Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah: Penetapan untuk kelebihan maksimum dan tanah absentee sebagai obyek; Penetapan para penerima redistribusi tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee berdasarkan hasil sidang penitia; Penerbitan Surat Keputusan subyek dan obyek redistribusi tanah serta ganti kerugian;
Tugas Pemerintah Daerah Kab/Kota antara lain :
·      Pembentukan panitia pertimbangan landreform dan sekretariat panitia
·      Pelaksanaan siding yang membahas hasil inventarisasi untuk penetapan subyek dan obyek »redistribusi  tanah serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee
·      Pembuatan hasil sidang dalam berita acara
·      Penetapan tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee sebagai obyek landreform berdasarkan hasil sidang panitia
·      Penetapan para penerima redistribusi tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee berdasarkan hasil sidang panitia
·      Penerbitan surat keputusan subyek dan obyek redistribusi tanah serta ganti kerugian

3.2.6 Penetapan tanah Ulayat
Kewenangan pemerintahan pusat  adalah : Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan criteria penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat Pembinaan pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat.
·         Tugas Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota memiliki tugas yang samadan hanya 1 yang berbeda menurut PP.No. 38 tahun 2007, yaitu:
·      Pembentukan panitia peneliti.
·      Penelitian dan kompilasi hasil penelitian.
·      Pelaksanaan dengar pendapat umum dalam rangka penetapan tanah ulayat.
·      Pengusulan pemetaan dan pencatatan tanah ulayat dalam daftar tanah kepada kantor pertanahan kabupaten/kota.
·      Penanganan masalah tanah ulayat melalui musyawarah dan mufakat.
Pengusulan rancangan peraturan daerah tentang penetapan tanah ulayat yang dilakukan dpemerintah kabupaten /kota karena merupakan usulan dari daerah kepada provinsi.

3.2. 7 Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong
Kewenangan pemerintahan pusat  adalah : Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan criteria serta pelaksanaan pembinaan dan pengendalian pemanfaatan dan penyelesaian maslah tanah kosong; Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong
Pemerintah Daerah Provinsi bertugas dalam penyelesaian masalah tanah kosong dan pembinaan pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong
Tugas Pemerintah Daerah Kab/Kota dalam pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong antara lain :
·         Inventarisasi dan identifikasi tanah kosong untuk pemanfaatan tanaman pangan semusim
·         Pemanfaatan bidang-bidang tanah sebagai tanah kosong yang dapat digunakan untuk tanaman pangan semusim bersama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian
·         Penetapan pihak-pihak yang memerlukan tanah untuk tanaman pangan semusim dengan mengutamakan masyarakat setempat
·         Fasilitasi perjanjian kerjasama antara pemegang hak tanah dengan pihak yang akan memanfaatkan tanah di hadapan/diketuai oleh kepala desa atau lurah dan camat setempat dengan perjanjian untuk dua kali musim tanam
·         Penanganan masalah yang timbul dalam pemanfaatan tanah kosong jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian
          Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah : Penetapan bidang – bidang tanah untuk tanaman pangan semusim bersama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian ; Penetapan untuk tanaman pangan musiman dengan mengutamakan masyarakat setempat; Penanganan masalah yang timbul dalam pemanfaatan tanah kosong jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian dan semua prosesnya.

3.2.8 Izin Membuka Tanah
           Pemerintah Pusat memiliki kewenagan untuk : Penetapan kebijakan nasional megenai norma, standar, prosedur, dan kriteia serta pelaksanaan pembinaan dan pengendalian pemberian izin membuka tanah; Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan ijin membuka tanah sedangkan Pemerintah Daerah Provinsi bertugas dalam Penyelesaian permasalahan pemberian izin membuka tanah. Pengawasan dan pengendalian pemberian izin membuka tanah dan tugas pembantuan
Untuk Pemerintah Daerah/kota memiliki bertugas sebagai berikut:
·         Penerimaan dan pemeriksaan permohonan
·         Pemeriksaan lapang dengan memperhatikan kemampuan tanah, status tanah dan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kab/Kota
·         Penerbitan izin membuka tanah dengan memperhatikan pertimbangan teknis dari kantor pertanahan Kab/Kota
·         Pengawasan dan pengendalian penggunaan izin membuka tanah dan tugas pembantuan
Dalam pemberian izin membuka tanah pemerintah daerah juga memiliki wewenang seperti yg tertera pada PP no 38 yaitu: Penerimaan dan pemeriksaan permohonan; Pemeriksaan lapangan dengan memperhatikan kemampuan tanah, status tanah dan RencanaUmum Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten kota; Penerbitan izin membuka tanah dengan memperhatikan pertimbangan teknis dari kantor pertanahan Kabupaten/ Kota; Pengawasan dan pengendalian penggunaan izin membuka tanah. Urusan ini adalah urusan pemerintah, diberikan kepada pemerintahan Kabupaten/ Kota dalam Tugas Pembantuan.

3.2.9 Perencanaan Penggunaan Tanah wilayah Kabupaten/ Kota
Pemerintah Pusat memiliki wewenang sebagai : Penetapan Kebijakan nasioanal mengenai norma, standar, prosedur dan criteria perencanaan penggunaan tanah di wilayah kabupaten/kota; Pembinaan pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan perencanaan penggunaan tanah di wilayah Kab/Kota
Pemerintah Daerah Provinsi bertugas dalam perencanaan tanah lintas Kab/Kota yang berbatasan sedangkan Pemerintah Daerah Kab/Kota bertugas dalam perencanaan penggunaan tanah wilayah Kab/Kota antara lain :
·         Pembentukan tim koordinasi tingkat Kab/Kota
·         Kompilasi data dan informasi yang terdiri dari peta pola penatagunaan tanah atau peta wilayah tata usaha atau peta persediaan tanah dari kantor pertanahan setempat, rencana tata ruang wilayah, rencana pembanguana yang akan menggunakan tanah baik rencana pemerintah, pemerintah Kab/Kota maupun investasi swasta
·         Analisis kelayakan letak lokasi sesuai dengan ketentuan kriteria teknis dari instansi terkait
·         Penyiapan draft rencana letak kegiatan penggunaan tanah
·         Pelaksanaan rapat koordinasi terhadap draft rencana letak kegiatan penggunaan tanah dengan instansi terkait
·         Konsultasi publik untuk memperoleh masukan terhadap draft rencana letak kegiatan penggunaan tanah
·         Penyusunan draft final rencana letak kegiatan penggunaan tanah
·         Penetapan rencana letak kegiatan penggunaan tanah dalam bentuk peta dan penjelasannya dengan keputusan bupati/walikota
·         Sosialisasi tentang rencana letak kegiatan pengguanaan tanah kepada instansi terkait
·         Evaluasi dan penyesuaian rencana letak kegiatan penggunaan tanah berdasarkan perubahan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan perkembangan realisai pembangunan

          Sub bidang ini sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota yang meliputi pembentukan tim koordinasi tingkat kabupaten / Kota; Rencana Tata Ruang Wilayah; Rencana pembangunan yang akan menggunakan tanah baik rencana pemerintah, pemerintah Kabupaten/ Kota, maupun investasi swasta; Dan prosesnya. Kewenangan dalam sub bidang ini terinci dalam 10 item.

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (1) PP No. 38 tahun 2007. Pemerintahan daerah Provinsi dan Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota perlu mengatur pelaksanaan urusan yang diserahkan oleh pemerintah tersebut. Produk hukum pengaturan dimaksud tidak lain adalah Peraturan daerah. Hal tersebut berarti pasal 6 yat (1) PP No. 38 tahun 2007 mengandung perintah agar dalam melaksanakan kewenangan mengurus urusan pertanahan Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota membuat Peraturan daerah, tidak cukup hanya dengan produk hukum Surat Keputusan Gubernur atau Surat Keputusan Bupati/Wali Kota, karena istilah pemerintahan mencakup DPRD dan Gubernur serta Bupati/Wali Kota. Sedangkan istilah pemerintah hanya Gubernur serta Bupati/wali Kota yang merupakan lembaga eksekutf di Daerah.


















Bab III
 Penutup

Kesimpulan:
Dalam memanajemen konflik pertanahan pemerintah membagi dalam 9 sub bidang kewenangan pemerintah tentang pertanahan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 Tahun 2007. Adapun 9 sub bidang tersebut antara lain: Izin Lokasi, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan ,Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah Untuk  Pembangunan, Penetapan Subyek dan Obyek Redistribusi Tanah, serta Ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee, Penetapan Tanah Ulayat, Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong, Izin Membuka Tanah, Perencanaan Penggunaan Tanah Wilayah Kabupaten/Kota